PEMBATALAN PERKAWINAN

Perkawinan batal atau dapat dibatalkan, yaitu antara lain:
1.    Perkawinan batal apabila:
a.  suami melakukan perkawinan, sedang ia tidak berhak melakukan akad nikah karena sudah mempunyai empat orang istri, sekalipun salah satu diantaranya itu dalam iddah talak raj'i.
b.    seseorang menikahi bekas istrinya yang telah di li'annya
c.   seseorang menikahi bekas istrinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak olehnya, kecuali bila bekas istri tersebut pernah menikah dengan pria lain yang kemudian bercerai lagi ba'da al dukhul dari pria tersebut dan telah habis masa iddahnya.
d.  perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah semenda dan sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan menurut pasal 8 Undang-undang No. 1 tahun 1974 yaitu :
1.    berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah atau keatas
2.  berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya
3.   berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu atau ayah tiri
4.  berhubungan sesusuan, yaitu orang tua sesusuan, anak sesusuan saudara sesusuan dan bibi atau paman sesusuan.
e.    istri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri atau istri-istrinya.
2.   Sementara menurut pasal 71 KHI Perkawinan dapat dibatalkan apabila:
a.   seorang suami melakukan poligami tanpa izin dari Pengadilan Agama;
b.  perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi istri pria lain yang mafqud;
c.   perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dari suami lain;
d.  perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974;
e.  perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak;
f.     perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.

Perkawinan dapat pula dibatalkan apabila :
  1. perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum (pasal 27 UU No. 1/1974).
  2. salah satu pihak memalsukan identitas dirinya (pasal 27 UU No. 1/1974). Identitas palsu misalnya tentang status, usia atau agama.
  3. suami/istri yang masih mempunyai ikatan perkawinan melakukan perkawinan tanpa seijin dan sepengetahuan pihak lainnya (pasal 24 UU No. 01 tahun 1974).
  4. Perkawinan yang tidak sesuai dengan syarat-syarat perkawinan (pasal 22 UU Perkawinan)
Suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan jika perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum. Apabila ancaman telah berhenti dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami istri, dan tidak menggunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur.
Ada batas waktu pengajuan pembatalan perkawinan. Untuk perkawinan  suami memalsukan identitasnya atau karena perkawinan anda terjadi karena adanya ancaman atau paksaan), pengajuan itu dibatasi hanya dalam waktu enam bulan setelah perkawinan terjadi. Jika sampai lebih dari enam bulan anda masih hidup bersama sebagai suami istri, maka hak anda untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan dianggap gugur (pasal 27 UU No. 1 tahun 1974).
Sementara itu, tidak ada pembatasan waktu untuk pembatalan perkawinan suami anda yang telah menikah lagi tanpa sepengetahuan anda. Kapanpun anda dapat mengajukan pembatalannya.





Pemeliharaan Anak / Hadhanah Dalam Hukum Islam

Adapun pemeliharaan anak atau hadhanah adalah kegiatan mengasuh, memelihara dan mendidik anak hingga dewasa atau mampu berdiri sendiri . Yang dalam prakteknya, mengenai permintaan hak asuh terhadap anak ini seringkali diajukan oleh suami atau isteri bersamaan dengan Permohonan Talak (jika suami beragama Islam) dan Gugatan Perceraian (oleh pihak isteri) melalui Pengadilan Agama (jika yang berperkara beragama Islam).

Jika merujuk pada Kompilasi Hukum Islam Pasal 105 maka:
Dalam hal terjadinya perceraian:
a.Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya;
b.Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya;
c.Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.
Lalu, bagaimana jika seorang ayah ingin mendapatkan hak asuh anaknya yang berusia dibawah 12 tahun?
Perhatikan Pasal 156 (c) Kompilasi Hukum Islam (KHI) berikut ini :
"  Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula "
Dengan demikian, maka apabila sebagai seorang ayah ingin mendapatkan hak asuh anak (hadhanah), seorang ayah tersebut harus bisa membuktikan bahwa  ibunya tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak karena tabiat jelek ibunya dalam mendidik anak. Misalnya saja sering membentak anak, mancaci, menghina atau bahkan melakukan kekerasan secara fisik terhadap anak. Ataupun gaya hidup ibunya yang terlalu boros, tidak bermoral, dan dapat juga karena alasan lingkungan tempat tinggal ibunya yang tidak baik untuk perkembangan anak misalnya lingkungan prostitusi, narkoba dan sebagainya.










;

KONSULTASI HUKUM GRATIS

Blog di buat bertujuan untuk membantu masyarakat luas yang sedang mencari dan membutuhkan Bantuan Hukum guna menyelesaikan masalah hukum yang sedang dihadapi yang bersifat mendesak. Blog ini juga secara terbatas melayani  “Konsultasi Hukum Gratis“,  baik melalui : SMS, E-Mail, WA dan Telepon. Secara umum juga melayani berkonsultasi secara langsung, dengan penjadwalan terlebih dahulu. Kami juga siap memberikan jasa hukum litigasi dan non litigasi ( penyelesaian melalui Pengadilan maupun di luar pengadilan melalui Mediasi, Negosiasi, Rekonsiliasi dan sejenisnya ).

Konsultasi Hukum Gratis 


Sebelum Telepon Mohon SMS Dahulu
Nama#Alamat#Perkaranya


SMS        : 082351748383
WA          : 089618229004
E-mail     : Inrikristiani24@gmail.com

Dunia tidak akan kekurangan alasan untuk menyalahkan yang benar dan/atau untuk membenarkan yang salah. Bagaimanapun cerdiknya seseorang mensiasati kehidupannya, akhirnya ia akan menjadi orang yang kalah dan merugi juga, jika ia tidak mempunyai kejujuran dan keikhlasan dalam menjalani kehidupannya. Sesuatu yang baik untuk membangun kehidupan yang mulia dan bermartabat, tidak akan pernah tercapai, jika tidak memiliki tiga hal yaitu punya komitmen yang jelas, punya sikap konsisten, dan dilaksanakan secara terus-menerus dan berkelanjutan.

ALAMAT KANTOR ADVOKAT / PENGACARA SOLO & JAWA TENGAH

ALAMAT KANTOR ADVOKAT / PENGACARA SOLO & JAWA TENGAH Konsultasi Hukum Gratis  Sebelum Telepon Mohon SMS Dahulu Nama#Ala...